Pekanbaru (granatnewss) – Sama seperti daerah lain di Indonesia,kota pekanbaru khususnya dan Riau pada umumnya juga sedang melaksanakan Penerimaan Peserta didik baru. Seperti tahun tahun sebelumnya,tahun ini dalam PPDB kembali dilakukan sistem zonasi sehingga siswa yang akan mendaftar disesuaikan dengan wilayah mereka tinggal, Minggu (03/07/2022).
Namun sistim dari zonasi ini menyisakan polemik dan persoalan dari tahun ketahun, sebab sistem zonasi ini membuat kemampuan otak siswa tidak lagi diperhitungkan namun jarak sekolah akan jadi fokus utama.
Hal ini terasa cukup merugikan bagi sebahagian siswa ada daerah yang cukup jauh dari sekolah tapi tidak bisa masuk karena jaraknya lebih dari 2 kilometer dari sekolah walaupun populasi cukup padat.
Menurut ketua Pemuda Millenial Pekanbaru Teva iris Sistim PPDB beberapa tahun ini sangat dikeluhkan oleh wali murid mereka merasa bahwa ilmu dan kemampuan siswa bukan lagi prioritas.Tapi jaraklah yang jadi pedoman.Sehingga ini juga jadi celah bagi sebahagian wali murid untuk mensiasati.Salah satu cara adalah dengan membuat surat domosili sedekat mungkin dari sekolah.
“Sistem yang hanya mengutamakan jarak sekolah akan merugikan siswa siswa pintar tapi jarak dari sekolah cukup jauh.Hal ini bisa membuat celah kecurangan dengan cara membuat surat domisili.Bahkan ada beberapa sekolah yang jarak penduduknya tapi saat PPDB malahan banyak warga yang tinggal dekat sekolah,hal ini dibuktikan dengan surat domisili.Bukankah hal ini bisa membuat terjadi kecurangan.Akan berbeda jika pedoman penerimaan dengan nilai anak,pasti kecurangan kecurangan akan bisa diminimalisir.Bahkan saat ini ada sebuah pola pikir siswa tak perlu terlalu rajin belajar asal tinggal dekat sekolah pasti bisa masuk sekolah yang diinginkan” ujar Teva Iris
Lanjutnya, Selain itu dikota pekanbaru khususnya dan Riau umumnya,sekolah sekolah yang ada belum merata ditiap kecamata.Salah satu contoh yang dikeluhkan wali murid terjadi di SMAN 15 pekanbaru.Disana tahun ini menerima siwa 72 orang untuk warga dari kecamatan Tuah madani dan bina widya.Sebab di dua kecamatan ini hanya ada 2 SMAN.Bukankah itu suatu yang aneh,satu sekolah harus melayani dua kecamatan dengan jumlah siswa yang diterima hanya 72 orang, kata Teva Iris
“Kebijakan kebijakan seperti ini perlu jadi perhatian pemerintah.Belum saatnya sistim zonasi bisa diterapkan didaerah daerah.Mungkin untuk pulau jawa khususnya Jakarta yang punya ratusan sekolah bisa dilaksanakan sistem zonasi.Tapi buat daerah yang belum punya sekolah banyak akan sangat susah menerapkan sistim zonasi.Selain itu pemerintah povinsi Riau juga harus bisa mencari cara untuk menemukan solusi dari masalah PPDB.Salah satunya mungkin dengan menambah lokal ataupun sekolah baru.Kalau perlu penyebarannya merata ditiap kecamatan dan juga disesuaikan dengan jumlah penduduk,terutama dengan jumlah usia sekolah”.
Mungkin DPR selaku wakil rakyat harus bisa melihat permasalahan ini secara jernih agar bisa menyerap dan mencarikan jalan terbaik bagi masyarakat.Sebab jika masalah ini dibiarkan berlarut larut bisa membuka banyak celah kecurangan demi mensiasati agar bisa masuk disekolah yang diinginkan.
Selain itu betapa kasihan pada anak anak yang punya kemampuan lebih tapi tidak bisa sekolah ditempat yang diinginkan hanya karena orang tuanya tinggal lumayan jauh dari sekolah.Tentu hal ini bisa menurunkan minat belajar para siswa.Dimana saat ini dalam pikiran mereka bukan lagi soal ilmu agar bisa sekolah negeri tapi adalah soal berapa jauh sekolah dari tempat tinggal.
“Sesuatu yang paling miris dari masalah PPDB ini adalah anak pintar tapi dari keluarga miskin harus bersekolah di sekolah swasta hanya karena tinggal jauh dari sekolah negeri bahkan karena ekonomi orang tua sangat memprihatinkan mereka terpaksa tidak bersekolah karena tidak sanggup membiayai disekolah swasta” Tutup ketua Pemuda Millenial Pekanbaru